ANTIBIOTIKA TOPIKAL

Desember 3, 2008 at 10:36 am 11 komentar

Antibiotika topikal memegang peranan penting pada penanganan kasus di bidang kulit. Antibiotika topikal adalah obat yang paling sering diresepkan oleh spesialis kulit untuk menangani akne vulgaris ringan sampai sedang serta merupakan terapi adjunctive dengan obat oral. Untuk infeksi superfisial dengan area yang terbatas, seperti impetigo, penggunaan bahan topikal dapat mengurangi kebutuhan akan obat oral, problem kepatuhan, efek samping pada saluran pencernaan, dan potensi terjadinya interaksi obat. Selanjutnya, antibiotika topikal seringkali diresepkan sebagai bahan profilaksis setelah tindakan bedah minor atau tindakan kosmetik (dermabrasi, laser resurfacing) untuk mengurangi resiko infeksi setelah operasi dan mempercepat penyembuhan luka. Akhir-akhir ini kegunaan antibiotika topikal untuk profilaksis setelah tindakan minor dipertanyakan dan akan didiskusikan lebih lanjut di bawah ini.

BAHAN YANG DINGUNAKAN PADA PENGOBATAN TOPIKAL UNTUK AKNE

Efikasi antibiotika topikal pada pengobatan akne vulgaris dan rosasea berhubungan langsung dengan efek antibiotika, dan diduga beberapa antibiotika topikal memiliki efek anti-inflamasi dengan menekan neutrophil chemotactic factor atau melalui mekanisme lain. Banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih antibiotika topikal untuk akne vulgaris karena meningkatnya resistensi terhadap antibiotika yang sering digunakan. Ini menyebabkan para ahli mencari kemungkinan terapi kombinasi untuk akne vulgaris yang dapat mengurangi terjadinya resistensi.

Eritromisin

Eritromisin termasuk antibiotika golongan makrolid dan efektif baik untuk kuman gram positif maupun gram negatif. Antibiotika ini dihasilkan oleh Streptomyces erythreus dan digunakan untuk pengobatan akne. Eritromisin berikatan dengan ribosom 50S bakteri dan menghalangi translokasi molekul peptidil-tRNA dari akseptor ke pihak donor, bersamaan dengan pembentukan rantai polipepetida dan menghambat sintesis protein. Eritromisin juga memiliki efek anti-inflamasi yang membuatnya memiliki kegunaan khusus dalam pengobatan akne.

Eritromisin tersedia dalam sediaan solusio, gel, pledgets dan salep 1,5 %- 2% sebagai bahan tunggal. Juga tersedia dalam sediaan kombinasi dengan benzoil peroksida, yang dapat menghambat resistensi antibiotika terhadap eritromisin. Kombinasi zinc asetat 1,2% dengan eritromisin 4% lebih efektif daripada dengan Clindamisin.

Clindamisin

Clindamisin adalah antibiotika linkosamid semisintetik yang diturunkan dari linkomisin. Mekanisme kerja antibiotika ini serupa dengan eritromisin, dengan mengikat ribosom 50S dan menekan sintesis protein bakteri. Clindamisin digunakan secara topikal dalam sediaan gel, solusio, dan suspensi (lotio) 1% serta terutama untuk pengobatan akne. Juga tersedia dalam kombinasi dengan benzoil peroksida yang dapat menghambat resistensi antibiotika terhadap clindamisin. Efek samping berupa kolitis pseudomembran jarang dilaporkan pada pemakaian clindamisin secara topikal.

Metronidazol

Metronidazol, suatu topikal nitroimidazol, saat ini tersedia dalam bentuk gel, lotio, dan krim 0,75%, serta sebagai krim 1% untuk pengobatan topikal pada rosasea. Pada konsentrasi ringan, obat dipakai 2 kali sehari, sedangkan pada konsentrasi yang lebih tinggi obat dipakai sekali sehari. Metronidazol oral memiliki aktifitas broad-spectrum untuk berbagai organisme protozoa dan organisme anaerob. Mekanisme kerja metronidazol topikal di kulit belum diketahui; diduga efek antirosasea berhubungan dengan kemampuan obat sebagai antibiotika, antioksidan dan anti-inflamasi.

Asam Azelaic

Asam Azelaic adalah suatu asam dikarboksilik yang ditemukan pada makanan (sereal whole-grain dan hasil hewan). Secara normal terdapat pada plasma manusia (20-80 ng/mL), dan pemakaian topikal tidak mempengaruhi angka ini secara bermakna. Mekanisme kerja obat ini adalah menormalisasi proses keratinisasi (menurunkan ketebalan stratum korneum, menurunkan jumlah dan ukuran granul keratohialin, dan menurunkan jumlah filagrin. Dilaporkan bahwa secara in vitro, terdapat aktifitas terhadap Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis, yang mungkin berhubungan dengan inhibisi sintesis protein bakteri (tempat yang pasti sampai saat ini belum diketahui). Pada organisme aerobik terdapat inhibisi enzim oksidoreduktif. Pada bakteri anaerobik terdapat inhibisi pada enzim oksidoreduksi (seperti tyrosinase, mitochondrial enzymes of the respiratory chain, 5-alpha reductase, dan DNA polymerase). Pada bakteri anaerob, terdapat gangguan proses glikolisis. Asam Azelaic digunakan terutama untuk pengobatan akne vulgaris, dan ada yang menyarankan digunakan untuk hiperpigmentasi (misalnya melasma), meskipun FDA tidak menyetujui indikasi ini. Asam Azelaic tersedia dalam sediaan krim 20%.

BAHAN YANG DIGUNAKAN UNTUK TERAPI TOPIKAL PADA INFEKSI BAKTERI SUPERFISIAL

Mupirosin

Mupirosin, yang dahulu dikenal sebagai asam pseudomonik A adalah antibiotika yang diturunkan dari Pseudomonas fluorescens. Obat ini secara reversibel mengikat sintetase isoleusil-tRNA dan menghambat sintesis protein bakteri. Aktifitas mupirosin terbatas terhadap bakteri gram positif, khususnya staphylococcus dan streptococcus. Aktifitas obat ini meningkatkan suasana asam. Mupirosin sensitif terhadap perubahan suhu, sehingga tidak boleh terpapar dengan suhu tinggi. Salep mupirosin 2% dioleskan 3 kali sehari dan terutama di-indiskasi-kan untuk pengobatan impetigo dengan lesi terbatas, yang disebabkan oleh S. aureus dan Streptococcus pyogenes. Tetapi, pada penderita immunocompromised terapi yang diberikan harus secara sistemik untuk mencegah komplikasi yang lebih serius. Pada tahun 1987 dilaporkan resistensi bakteri terhadap mupirosin yang pertama kali. Setelah itu terdapat beberapa laporan resistensi mupirosin karena pemakaian antibiotika topikal untuk methicillin-resistant S. aureus (MRSA). Penelitian terakhir di Tennessee Veterans’ Affairs Hospital menunjukkan bahwa penggunaan jangka panjang salep mupirosin untuk mengontrol MRSA, khususnya pada penderita ulkus dekubitus, meningkatkan resistensi yang bermakna. Lebih lanjut, peneliti Jepang menemukan bahwa mupirosin konsentrasi rendah dicapai setelah aplikasi intranasal dan dipostulasikan bahwa mungkin ini menjelaskan resistensi terhadap mupirosin pada strain S. aureus. Suatu studi percobaan menggunakan salep antibiotika kombinasi yang mengandung basitrasin, polimiksin B, dan gramisidin berhasil menghambat kolonisasi pada 80% (9 dari 11) penderita yang setelah di-follow-up selama 2 bulan tetap menunjukkan dekolonisasi. Semua kasus (6 dari 6) terhadap mupirosin-sensitive MRSA dieradikasi, sedangkan 3 dari 5 kasus terhadap mupirosin-sensitive MRSA dieliminasi. Formulasi baru yang menggunakan asam kalsium (kalsium membantu dalam stabilisasi bahan kimia) tersedia untuk penggunaan intranasal dalam bentuk salep 2% dan krim 2%.

BAHAN YANG DIGUNAKAN UNTUK MENCEGAH INFEKSI SETELAH TINDAKAN BEDAH ATAU LUKA ATAU UNTUK PENGOBATAN DERMATITIS KRONIK

Antibiotika topikal banyak dipakai untuk mengurangi infeksi setelah tindakan bedah minor, pada dermatitis kronik seperti dermatitis stasis dan dermatitis atopi, atau setelah abrasi ringan pada kulit. Studi terakhir difokuskan pada insidens infeksi setelah biopsi kulit atau tindakan bedah yang diberi antibiotika topikal. Pada beberapa kasus, antibiotika topikal tampaknya menurunkan angka penyembuhan luka. Studi lain menunjukkan bahwa penggunaan pembawa (vehicle) memberi hasil yang sama seperti pemberian antibiotika pada penyembuhan luka tanpa resiko dermatitis kontak iritan atau alergi terhadap bahan antibiotika. Hasil studi yang besar yang membandingkan basitrasin dan petrolatum pada lebih dari 1200 tindakan bedah minor dan biopsi menunjukkan bahwa bahan aktif basitrasin tidak menurunkan angka infeksi secara bermakna, tetapi malah berhubungan dengan dermatitis kontak alergi.

Basitrasin

Basitrasin adalah antibiotika polipeptida topikal yang berasal dari isolasi strain Tracy-I Bacillus subtilis, yang dikultur dari penderita dengan fraktur compound yang terkontaminasi tanah. Basi ini diturunkan dari Bacillus, dan trasin berasal dari penderita yang mengalami fraktur compound (Tracy). Basitrasin adalah antibiotika polipeptida siklik dengan komponen multipel (A,B dan C). Basitrasin A adalah komponen utama dari produk komersial dan yang sering digunakan sebagai garam zinc. Basitrasin mengganggu sintesis dinding sel bakteri dengan mengikat atau menghambat .defosforilasi suatu ikatan membran lipid pirofosfat, pada kokus gram positif seperti stafilokokus dan streptokokus. Kebanyakan organisme gram negatif dan jamur resisten terhadap obat ini. Sediaan tersedia dalam bentuk salep basitrasin dan sebagai basitrasin zinc, mengandung 400 sampai 500 unit per gram.

Basitrasin topikal efektif untuk pengobatan infeksi bakteri superfisial pada kulit seperti impetigo, furunkolosis, dan pioderma. Obat ini juga sering dikombinasikan dengan polimiksin B dan neomisin sebagai salep antibiotika tripel yang dipakai beberapa kali sehari untuk pengobatan dermatitis atopi, numularis, atau stasis yang disertai dengan infeksi sekunder. Sayangnya, aplikasi basitrasin topikal memiliki resiko untuk timbulnya sensitisasi kontak alergi dan meski jarang dapat menimbulkan syok anafilaktik.

Polimiksin B

Polimiksin B adalah antibiotika topikal yang diturunkan dari B.polymyxa, yang asalnya diisolasi dari contoh tanah di Jepang. Polimiksin B adalah campuran dari polimiksin B1 dan B2, keduanya merupakan polipeptida siklik. Fungsinya adalah sebagai detergen kationik yang berinteraksi secara kuat dengan fosfolipid membran sel bakteri, sehingga menghambat intergritas sel membran.

Polimiksin B aktif melawan organisme gram negatif secara luas termasuk P.aeruginosa, Enterobacter, dan Escherichia coli. Polimiksin B tersedia dalam bentuk salep (5000-10000 unit per gram) dalam kombinasi dengan basitrasin atau neomisin. Cara pemakaiannya dioleskan sekali sampai tiga kali sehari.

AMINOGLIKOSIDA TOPIKAL, TERMASUK NEOMISIN, GENTAMISIN, DAN PAROMOMISIN

Aminoglikosida adalah kelompok antibiotika yang penting yang digunakan baik secara topikal atau pun sistemik untuk pengobatan infeksi yang disebabkan bakteri gram negatif. Aminoglikosida memberi efek membunuh bakteri melalui pengikatan subunit ribosomal 30S dan mengganggu sintesis protein.

Neomisin sulfat, aminoglikosida yang sering digunakan secara topical adalah hasil fermentasi Strep. faridae. Neomisin yang tersedia di pasaran adalah campuran neomisin B dan C , sedangkan framisetin yang digunakan di Eropa dan Canada adalah neomisin B murni. Neomisin sulfat memiliki efek mematikan bakteri gram negatif dan sering digunakan sebagai profilaksis infeksi yang disebabkan oleh abrasi superfisial, terluka, atau luka bakar. Tersedia dalam bentuk salep (3,5 mg/g) dan dikemas dalam bentuk kombinasi dengan antibiotika lain seperti basitrasin, polimiksin dan gramisidin.

Bahan lain yang sering dikombinasikan dengan neomisin adalah lidokain, pramoksin, atau hidrokortison.

Neomisin tidak direkomendasikan oleh banyak ahli kulit karena dapat menyebabkan dermatitis kontak alergi. Dermatitis kontak karena pemakaian neomisin memiliki angka prevalensi yang tinggi, dan pada 6 –8 % penderita yang dilakukan patch test memberi hasil positif. Neomisin sulfat (20%) dalam petrolatum digunakan untuk menilai alergi kontak.

Gentamisin sulfat diturunkan dari hasil fermentasi Micromonospora purpurea. Tersedia dalam bentuk topikal krim atau salep 0,1%. Antibiotika ini banyak digunakan oleh ahli bedah kulit ketika melakukan operasi telinga , terutama pada penderita diabet atau keadaan immunocompromised lain, sebagai profilaksis terhadap otitis eksterna maligna akibat P. aeruginosa.

Paromomisin berhubungan erat dengan neomisin dan memiliki efek antiparasit. Sediaan topikal terdiri dari paramomisin sulfat dan metilbenzetonium klorida yang digunakan di Israel untuk mengobati leismaniasis kutaneus.

ANTIBIOTIKA LAIN

Gramisidin

Gramisidin adalah antibiotika topikal yang merupakan derivat B. brevis. Gramisidin adalah peptida linier yang membentuk stationary ion channels pada bakteri yang sesuai. Aktifitas antibiotika gramisidin terbatas pada bakteri gram positif.

Kloramfenikol

Kloramfenikol di Amerika Serikat penggunaannya terbatas untuk pengobatan infeksi kulit yang ringan. Kloramfenikol pertama kali diisolasi dari Strep. venezuela, tetapi saat ini disintesis karena struktur kimianya sederhana. Mekanisme kerjanya hampir mirip dengan eritromisin dan klindamisin, yaitu menghambat ribosom 50S memblokade translokasi peptidil tRNA dari akseptor ke penerima.

Kloramfenikol tersedia dalam krim 1 %. Obat ini jarang digunakan karena dapat menyebabkan anemia aplastik yang fatal atau supresi sum-sum tulang.

Sulfonamida

Struktur sulfonamida mirip dengan para-aminobenzoic acid (PABA) dan bersaing dengan zat tersebut selama sintesis asam folat. Sulfonamida jarang digunakan secara topikal, kecuali krim silver sulfadiazine (Silvaden) dan krim mafenid asetat. Silver sulfadiazine melepas silver secara perlahan-lahan. Silver memberi efek pada membran dan dinding sel bakteri. Mekanisme kerja mefenid tidak sama dengan sulfonamid karena tidak ada reaksi antagonis terhadap PABA. Mafenid asetat yang digunakan untuk lesi yang luas pada kulit dapat menyebabkan asidosis metabolik dan dapat menyebabkan rasa nyeri. Golongan ini adalah antibiotika broad-spectrum dan digunakan untuk luka bakar. Superinfeksi oleh Candida dapat terjadi karena pemakaian krim mafenid.

Clioquinol / Iodochlorhydroxiquin

Clioquinol adalah antibakteri dan antijamur yang di-indikasi-kan untuk pengobatan kelainan kulit yang disertai peradangan dan tinea pedis serta infeksi bakteri minor. Clioquinol adalah sintetik hydroxyquinoline yang mekanisme kerjanya belum diketahui. Kerugian clioquinol adalah mengotori pakaian, kulit, rambut dan kuku serta potensial menyebabkan iritasi. Clioquinol mempengaruhi penilaian fungsi tiroid (efek ini dapat berlangsung hingga 3 bulan setelah pemakaian ). Tetapi clioquinol tidak mempengaruhi hasil tes untuk pemeriksaan T3 dan T4.

Nitrofurazone

Nitrofurazone (Furacin) adalah derivat nitrofuran yang digunakan untuk pengobatan luka bakar. Mekanisme kerjanya adalah inhibisi enzim bakteri pada degradasi glukosa dan piruvat secara aerob maupun anaerob. Nitrofurazone tersedia dalam krim , solusio atau kompres soluble 0,2%, dan aktifitas spektrum obat ini meliputi staphylococcus, streptococcus, E. coli, Clostridium perfringens, Aerobacter enterogenes, dan Proteus sp.

Asam Fusidat

Asam fusidat adalah sediaan topikal yang tidak tersedia di Amerika Serikat, tetapi terdapat di Kanada dan Eropa sebagai antibakteri dalam bentuk krim, salep, impregnated gauze. Asam fusidat adalah antibiotika steroidal dengan mekanisme kerja mempengaruhi fungsi faktor elongasi (EF-G) dengan menstabilkan EF-G-GDP-ribosome complex, mencegah translokasi ribosom dan daur ulang bentuk EF-G.

Sumber : Fitzpatrick 2003

Entry filed under: Kesehatan Kulit, makalah ilmiah. Tags: , .

ULKUS PLANTAR PADA PENDERITA KUSTA Toksik Epidermal Nekrolisis pada Penderita dengan Psoriasis Vulgaris

11 Komentar Add your own

  • 1. Mai  |  Februari 12, 2009 pukul 1:12 pm

    Yg d’maksud dg faktor elongasi itu apa?
    Bagaimana sih mekanisme asam fusidat itu secra trperinci.
    Saya tda m’ngerti dg “m’stabilkan EF-G-GDP-ribosom complex?
    Mksih!

    Balas
    • 2. mariasonhaji  |  Februari 20, 2009 pukul 10:56 pm

      Sori baru bales, keasikan facebook-an (wah, kmrn ada artikel yg bilang maniak facebook rentan kena kanker & stroke.. hiiiii).. btw, susah banget pertanyaannya, ini sy cb untuk mencarikan jwbnnya.

      Asam fusidat, bekerja sebagai penghambat sintesis protein dari mikroorganisme dengan cara mengganggu tahap translokasi dengan cara menstabilkan ribosome-guanosine diphospate elongation factor G-complex, yang mengakibatkan hambatan ikatan antara aminoasil tRNA dengan ribosom sehingga menghentikan transfer asam amino ke polipeptida.

      Aktifitas asam fusidat pada infeksi tergantung pada konsentrasi obat yang mencapai jaringan dapat melebihi MIC (Microbial Inhibitory Concentration) dari organisme tertentu. Pada penggunaan klinis, efektifitas asam fusidat sama dengan mupirosin.

      Asam fusidat pada pemberian topikal diabsorbsi dalam jumlah yang sangat rendah dan tidak terjadi cross-resistance antara asam fusidat dengan antibiotika lainnya, hal ini kemungkinan karena asam fusidat termasuk golongan tersendiri yaitu golongan fusidane.

      Untuk referensi lbh lanjut :
      1. Bonner M, Benson P, James W. Topical Antibiotics In : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolf K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, et al, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine, 6th ed. New York: McGraw-Hill; 2003. p. 2338.
      2. Cunliffe WJ. Topical Antibiotics In : Millikan LE, Shalita AR, Norris DA. Drug therapy in dermatology. New York: Marcel Dekker; 2000. p. 31-56.

      Balas
  • 3. yulin  |  Maret 7, 2009 pukul 3:34 pm

    Mf ka mau tanya•sbetulnya mekanisme kerja obt dr gentamisin bgaimana?lalu jika d interaksikan dgan obt diuretik(furosemid)bgaimana?

    Balas
    • 4. mariasonhaji  |  Maret 25, 2009 pukul 12:34 am

      @yulin : maksudnya gentamisin oral? ini saya ambil dari buku farmakologi & terapi terbitan FKUI : ringkasnya obat masuk ke sel (bakteri) dan terikat pada ribosom 30S kemudian menghambat sintesis protein (terjadi mis reading kode genetik shg sintesis protein terganggu). membran sitoplasma rusak terjadilah kematian sel. soal interaksi dgn furosemid belum ada bukti bahwa obat ini meningkatkan ototoksisitas gentamisin (aminoglikosida). sebelum ada kepastian bahwa tdk ada interaksi, penggunaan gabungan obat2 tsb memerlukan pengamatan cermat thd tanda dan gejala nefrotoksisitas & ototoksisitas. jg hrs dikontrol keadaan hidrasi karena pemberian kombinasi obat tsb dlm keadaan dehidrasi dpt meningkatkan kadar obat dan toksisitasnya..

      Balas
  • 5. iney  |  September 2, 2010 pukul 6:41 am

    kalau metronidazol, ketokenazol, sama clindamisin tu bahaya ga kalau di konsumsi oleh perempuan yang masih perawan?
    Soalnya saya masih perawan tapi saya terinfeksi Trichomonas Vaginalis karena lingkungan yang kotor dan sering bertukar/pinjam meminjam handuk dan pakaian keluarga dan saudara saya

    Balas
    • 6. mariasonhaji  |  April 1, 2014 pukul 11:55 am

      insya Allah aman2 aja mbak sepanjang pemakaiannya sesuai indikasi dan tentunya resep dokter ya 🙂

      Balas
  • 7. ersad  |  April 16, 2011 pukul 6:58 am

    mantap artikelna…boleh knalan.?

    Balas
    • 8. mariasonhaji  |  Juni 4, 2011 pukul 12:32 am

      wah, itu dulu memang tugas baca..jadi yg mantep yang ngasih tugas kan.. he he

      Balas
  • 9. dangdingdong  |  Juli 23, 2013 pukul 12:22 pm

    kenapa sampe ada banyak jenis antibiotik di dunia ini???
    daku pusing nghapalinnya…
    belum lg dosisnya…
    trus indikasi n KI-nya…
    trus efek sampingnya…
    sekarang nambah lagi sediaannya…
    daku nyesel masuk fk, mending pulang aja trus menanam padi di sawah…
    makasih y dok, udh mau baca curhat daku…

    Balas
    • 10. mariasonhaji  |  Maret 21, 2014 pukul 9:56 am

      wah wah wah..jangan menyesali yang sudah terjadi, banyak lho orang pingin masuk fk tapi nggak tercapai.. hidup ini sudah ada yang mengatur dan bila kita ikhlas maka semakin banyak kebaikan yang akan datang. bila memang sudah tidak mampu, coba cari jalan keluar yang terbaik. saya dulu juga merasa berat kuliah di fk tp Alhamdulillah dengan segala tekad akhirnya selesai juga dan ketika praktek dokter umum sering mengalami kesulitan ada keinginan untuk melanjutkan ke spesialis. paling tidak ada satu bidang yang lebih bisa dikuasai. ternyata tantangan sekolah spesialis lebih berat lagi karena pelajaran lebih dalam, sudah berkeluarga, mengurus anak2 ditambah hamil lagi.. tapi ya itu tadi, bila kita ada tekad insya Allah ada jalan. ayo semangat…

      Balas
  • 11. neneng  |  Juni 27, 2014 pukul 3:05 pm

    mau tanya, klo untuk penyakit mata yg menular, itu bagusnya pke obat yg mengandung antibiotik apa ya? awalnya sy pke obat yg mengandung neomisin dan polimiksin B. bengkak pada matanya sembuh, tp mlh timbul gumpalan merah ky darah gtu pd mata. itu bhy gak ya? mohon jawabannya.

    Balas

Tinggalkan komentar

Trackback this post  |  Subscribe to the comments via RSS Feed


jumlah kunjungan

  • 170.521 kunjungan
Desember 2008
S S R K J S M
1234567
891011121314
15161718192021
22232425262728
293031